Penat kembali merajaiku saat kuayunkan langkah untuk pulang, gerimis masih menemani sepeda yang kunaiki. Tiba-tiba hatiku kembali tertegun ketika melewati kawasan rerumputan tinggi di perbukitan kecil di tepi jalan yang slalu kulalui. Sepeda ku arahkan pelan, tak ada yang indah disana. Hanya sebuah pohon rindang diantara rerumputan yang agak meninggi menghiasinya. Tak kutemukan bunga atau semacamnya tumbuh disana, namun siapa yang tau? Toh aku tak pernah mengunjungi tempat itu. Namun mengapa aku terus menatapnya? Ya, ku hanya menatapnya…
Pagi ini masih sama seperti pagi-pagi yang kemarin, rute yang kulalui masih melewati bukit kecil itu. Hal yang selalu sama karena itu mang satu-satunya jalan yang dapat membawaku ke tempat kerjaku di perbukitan penuh strawberry di tengah Aceh. Sejak kelulusanku di pertanian Unsyiah, aku memilih berdiam diri di tempat berhawa sejuk ini. Kebetulan aku memiliki orang yang menyayangiku disini, sepasang manusia yang tegar yang slalu memberi dekap hangat saat hatiku terpaku oleh dinginnya rasa, dua sosok yang slalu menginspirasiku untuk terus menjaga hijau negeri diatas awan ini.
Waktu kulalui selalu dengan rutinitas yang sama, begitu bangun aku langsung mendidihkan air, aku belum begitu terbiasa dengan suhu air di kawasan ini, dinginnya kerapkali menggerogoti saraf-sarafku. Tak jarang aku langsung diserang oleh sakit kepala hebat.
"Saat embun bergelantung di rerumputan…"
Aku melihatnya lagi, masih di tempat yang sama… apakah dia tak pernah meninggalkan tempat itu? Ada yang dilakukannya disana? Apa yang terjadi dengannya. Huh, kepalaku dihujam dengan ribuan tanya… mengapa?
"Kebun merahku…"
Aku masih diantara rindang pohon di kaki bukit tempat orang tua angkatku berkebun. Dari rangkang tua ini, aku bisa dengan bebas menatap luasnya danau kebanggaan warga Aceh ini. Sangat indah walau diperhatikan berkali-kali, bahkan terus menjadi indah, Laot Tawar namanya.
“Ta, kamu kenapa?” tiba-tiba Mak menghampiriku.
“Oh, mak, tak mengapa, ta cuma bingung, ta selalu melihatnya di bukit di pinggir danau itu. Dia selalu ada disana ketika ta melewati jalan itu. Aneh!
“Yang kau maksud itu sapa nak?” Mak malah bingung.
“Hehe…Ta jadi ngelantur ya mak? Gak ada apa-apa. Oya, besok pagi Wak Ardi jadi kesini? Stroberinya gimana?”
"Siapa dia?"
Kepalaku semakin dipusingkan dengan munculnya dia di setiap mimpiku. Namun, aku tidak mengenali wajahnya. Aku hanya menatap punggungnya dari tempat ku berdiri, tidak! aku hanya menatapnya dari tempat sepeda kesayanganku berhenti. Aku tak pernah berani menghampirinya, bahkan aku tak sanggup menegurnya ketika aku berusaha mengumpulkan segala keberanianku.
Siapa dia?
(Do You Know Who was she/he?) Do not go anywhere!!!!!!
I'll be right back....^0^
»» read more